yang Jadi Senjata Balas Dendam
Tanah Sulawesi
dikenal sebagai pulau dengan kekayaan budaya, tradisi, dan ritual masyarakat
lokalnya. Salah satu yang cukup unik adalah praktik ilmu hitam atau sihir yang
dikenal dengan istilah doti.
Sihir tradisional ini telah
dipraktikkan oleh masyarakat Sulawesi secara turun temurun hingga saat ini.
Tujuan dari praktik ilmu hitam ini yaitu untuk memengaruhi atau mencelakai
orang lain secara supranatural.
Pengaruh doti bahkan bisa membuat
seseorang tersiksa selama hidupnya sampai meregang nyawa. Umumnya, doti
dipraktikkan oleh masyarakat karena ingin balas dendam dengan mencederai
seseorang.
Lantas, bagaimana praktik doti
dalam budaya masyarakat Sulawesi? Apa saja dampak yang bisa ditimbulkan dari
praktik ilmu hitam ini?
Doti, Ilmu Sihir untuk
Mencelakai
Budayawan Universitas Hasanuddin
(Unhas) Firman Saleh menjelaskan, doti dapat diartikan sebagai mantra.
Penggunaannya yakni dengan cara dibacakan secara langsung atau lebih sering
diucapkan di dalam hati.
Doti menjadi salah satu mantra
yang dibacakan baik itu secara gamblang. Tapi jarang yang diucapkan secara
langsung begitu, biasanya diucapkan dalam hati," ujar Firman pada
detikSulsel, Kamis (10/10/2024).
Sementara itu, apabila dilihat
dari aspek bahasa dan budaya, mantra-mantra doti disebut sebagai puisi lama.
Mantra-mantra yang diucapkan itu disusun dari beberapa kata yang kemudian
dipercaya mampu mewujudkan keinginan orang yang membacanya.
"Kalau dari aspek bahasa dan
budaya itu dia merupakan puisi lama yang merupakan kumpulan atau rentetan kata
yang dijahit menjadi satu buah perkataan yang diyakini bahwa dia mampu membuat
sesuatu menjadi apa yang diinginkan," kata Firman.
Firman menjelaskan bahwa sesuatu
yang 'diinginkan' oleh orang yang mengirim doti itu berupa keinginan mencelakai
dan mencederai seseorang. Biasanya keinginan untuk mencelakai seseorang itu
muncul dari hasrat balas dendam, iri, atau dengki.
Karena keinginan tersebut, maka
dibacakanlah mantra-mantra doti dengan sengaja agar orang yang dituju menjadi
sakit, jatuh miskin, hilang ingatan, bahkan dibuat tidak berdaya. Maka dari
itu, ilmu hitam doti dapat dipastikan konotasinya negatif untuk tujuan yang
jahat.
"Kalau menggunakan istilah
doti itu berarti negatif ki, konotasinya negatif," tuturnya.
"Kalau doti dia melempar,
dia membuat memang kejutan ke orang lain begitu," tambah Firman.
Sebab tujuannya itu, doti juga
kerap disamakan dengan santet. Namun, menurut Firman baik doti maupun santet
memiliki perbedaan dari segi praktik, istilah, dan keyakinan. Tetapi, istilah
'santet' merupakan yang paling mewakili penggambaran doti.
"Kalaupun ada perbedaan,
mungkin perbedaan keyakinan, kelakuan, atau istilahnya mungkin beda juga. Tapi
kalau mau disamakan apa istilah lainnya, mungkin santet yang mewakili,"
jelas Firman
Air dan Benda Tajam Jadi Media Ritual Doti
Firman kemudian memaparkan bahwa
doti dipraktikkan dengan membaca mantra diikuti syarat-syarat tertentu seperti
menyediakan darah hewan. Syarat ritual disediakan sebagai bayaran untuk jin
yang membantu dalam proses pengiriman doti.
"Doti itu dibacakanlah
mantra biasanya dengan persyaratan menggunakan hewan, biasanya ayam atau darah
merpati atau hewan yang lain. Tapi itu biasanya diketahui kalau menggunakan
darah itu kan, darah itulah yang diberikan kepada jin yang dipinta untuk
membantunya itu," papar Budayawan Unhas itu.
"Jin kan makanannya darah
dan tulang, supaya dibantu (makanya) dikasih juga apa yang diinginkan,"
imbuhnya.
Selain bacaan, ada pula perlakuan
khusus yang menjadi syarat melakukan doti. Baik itu dari waktu pengiriman doti
hingga media yang digunakan.
1. Media Air
Di Sulawesi Tengah, dikenal doti
yang menggunakan air sebagai media ritual doti. Air tersebut dibacakan mantra
kemudian menyebut nama orang yang hendak dikirimkan doti.
Air yang sudah dibacakan mantra
itu juga biasanya dimandikan langsung kepada orang yang ingin dikenai doti.
Ritual semacam ini dapat membuat orang terkena penyakit kulit.
2. Media Piring
Tidak hanya melalui media air,
seseorang yang hendak mengirimkan doti bisa menggunakan media piring atau
tangannya sendiri. Yakni dengan cara membacakan mantra kemudian menyebut nama
seseorang yang dituju.
3. Media Kertas
Selanjutnya, sihir tradisional
doti bisa dilempar menggunakan media kertas. Praktiknya yakni dengan menuliskan
nama orang yang dituju kemudian membaca mantra.
4. Media Tempurung dan Pelepah Kelapa
Terakhir, yakni menggunakan
tempurung kelapa, pelepah kelapa, dan kaleng yang dibacakan mantra. Tujuan doti
ini yaitu untuk membuat seseorang sakit kaki.
5. Media Benda Tajam
Di Sulsel sendiri biasanya, kata
Firman, pelaksanaan ritual pengiriman doti selalu menggunakan media berupa
barang atau benda-benda tajam. Mulai dari silet, jarum, kaca, parang, dan lain
sebagainya.
"Dia ada media biasanya
berupa barang atau berupa benda-benda tajam. Dalam prinsipnya, benda-benda
tajam itu, tajam itu (menyimbolkan) supaya tajam ilmu itu mampu merasuki atau
mampu masuk," kata Firman.
Dari praktiknya tersebut, menurut
Firman doti tidak dilakukan secara spontan. Proses pengiriman doti selalu
diawali dengan niat atau maksud menyakiti yang sudah timbul sebelumnya.
Ragam Dampak yang Ditimbulkan
Doti: Perut Membesar hingga Kerasukan
Proses ritual doti dengan media
yang telah disebutkan sebelumnya itu memiliki dampak yang berbeda-beda sesuai
keinginan pengirim doti. Ada yang membuat korbannya kehilangan akal, cacat,
perut membesar, hingga kerasukan.
1. Doti Butiti
Doti butiti merupakan salah satu
jenis doti yang menyebabkan perut seseorang membengkak dan sakit. Doti butiti
dikirim dengan menggunakan media air yang dibacakan mantra.
Budayawan Unhas Firman Saleh
sendiri pernah menyaksikan orang yang terkenal doti butiti secara langsung.
Menurut kesaksiannya, perut orang yang terkena doti butiti akan membesar jika
air laut pasang kemudian kembali mengecil ketika air laut surut.
"Saya pernah melihat secara
langsung orang yang pernah terkena doti itu. Itu kalau pagi perutnya
biasa-biasa saja, tapi seiring pasang surut air. Kalau air surut perutnya
mengecil, tapi kapan air itu pasang itu perutnya membesar. Dan kalau dia
periksa ke dokter, dia tidak apa-apa dia baik-baik saja," ungkapnya.
2. Doti Ronda
Doti ronda juga dikirimkan dengan
menggunakan air sebagai medianya. Bedanya, air yang sudah dibacakan mantra
dimandikan ke seseorang yang dituju sehingga kulitnya gatal-gatal hingga
bernanah.
3. Doti Puntiala
Berikutnya ada jenis doti yang
bisa membuat seseorang merasakan sakit kepala luar biasa seakan mau pecah.
Praktik doti ini menggunakan media piring atau tangan pengirim itu sendiri
dengan membaca mantra lalu menyebut nama orang yang disasar.
4. Doti Samauda
Sihir tradisional jenis doti
samauda dapat membuat seseorang mengalami gangguan jiwa dan umumnya terkena
pada perempuan. Media doti samauda merupakan kertas yang ditulis nama orang
yang disasar, membacakan mantra, kemudian mengikatnya di ekor udang.
Masyarakat percaya bahwa orang
yang terkena doti samauda akan bertingkah liar seperti pergerakan udang.
5. Doti Jori
Selanjutnya ada doti jori yang
menggunakan media sihir tempurung kelapa, pelepah kelapa, dan kaleng.
Benda-benda tersebut dibacakan mantra lalu diletakkan di jalan.
Apabila ada yang tidak sengaja
menginjak atau menendangnya maka akan mengalami sakit kaki. Apabila tidak
diobati dalam waktu yang lama maka akan membuat kaki pendek sebelah.
6. Doti Tofuri
Untuk doti tofuri, pengirimnya
menggunakan jin untuk mencelakai seseorang. Jin diperintahkan membuat orang
yang dituju sakit berupa sesak napas dan sakit dada.
7. Doti Bungga
Doti bungga menggunakan kepiting
yang dibacakan mantra sebagai medianya. Kepiting itu kemudian diletakkan di
kebun atau depan pintu untuk menjaga kebun atau rumah.
Jika orang yang disasar datang
kemudian tergigit kepiting, maka kakinya akan sakit yang ditandai dengan
bengkak dan kram luar biasa. Apabila dibiarkan dan tidak diobati, kaki korban
bisa bernanah hingga berbau busuk.
8. Doti Mata
Terakhir, ada satu jenis doti
yang juga pernah disaksikan langsung oleh Firman Saleh yakni doti mata. Jenis
doti ini membuat mata korbannya seperti akan mencuat keluar.
"Saya pernah lihat doti
mata. Doti mata itu yang matanya hampir keluar. Hanya syaraf-syaraf,
urat-uratnya saja yang menahannya sehingga matanya tidak keluar. Kalau menurut
medis itu di luar nalar ini, tidak masuk akal. Biasanya kalau tidak diobati
bisa sampai menimbulkan kematian," cerita Firman.
Doti dari Kacamata Budaya
Doti telah menjadi ilmu atau kebiasaan turun-temurun (tradisi) yang
dilakukan oleh masyarakat sejak zaman nenek moyang sampai saat ini. Terlebih
lagi mantranya disebut sebagai puisi lama.
Akan tetapi, bagaimana doti dari sudut pandang budaya? Apakah tradisi ini
juga termasuk sebagai kekayaan budaya?
Firman Saleh menuturkan, budaya merupakan sesuatu yang sifatnya positif,
sementara doti mengarah ke hal-hal negatif. Oleh karenanya, doti tidak termasuk
budaya melainkan kebiasaan atau perilaku khusus saja.
"(Doti) ini negatif jadi dia tidak termasuk sebagai budaya. Kalau saya
begitu, segala sesuatu yang sifatnya negatif itu bukan budaya tapi itu
kebiasaan atau perilaku khusus yang dilakukan oleh orang-orang tertentu,"
tutur dia.
Adapun eksistensi doti di masa sekarang ini, menurut Firman sudah tidak
sama seperti dulu. Dengan kemajuan peradaban, masyarakat tidak lagi merawat
kebiasaan menggunakan doti. Oleh karenanya, keberadaan doti di tengah
masyarakat modern sudah jarang ditemukan.
"Masih ada (keberadaan doti) tapi tidak seperti dulu lagi (karena)
orang tidak merawat kebiasaan negatif itu. Meskipun masih ada yah, masih ada
orang yang melakukan. Tapi secara umum, secara kalau kita melihatnya dari
masyarakat kita secara keseluruhan, doti itu sudah jarang," pungkas
Firman.