Berdasarkan tutura para tetua
yang diteruskan kepada Masliana, isi syair kayori di Kayuou Tobata tak hanya
berisi pujian dan ungkapan rasa syukur masyarakat Tajio.
“Menceritakan juga kejadian di
sawah, ladang, dan kebun yang sudah berhasil panen. Tidak ada musibah dalam
panennya. Selain itu juga rasa terima kasih sama pue nu bulu (jin di gunung),
pue pangalembongo (jin di hutan yang belum dijamah), pue nu salu (jin di sungai
di antara dua bukit). Terima kasih sudah tidak mengganggu. Kan tidak ada
tuhannya dorang itu,” jelas Masliana.
Dalam praktiknya, kayori melibatkan seorang pelantun alias to posura kayori dan penyampai pesan (jogugu). Tugas jogugu menyampaikan bait per bait kayori dari yang dilantunkan kepada orang-orang yang mengelilingi vunja agar melantunkannya bersama-sama.